Edy Sindrang: Minta Pertamina Memeriksa Semua SPBB di Inhil Untuk Menciptakan Keadilan


Inhil.86berita onlen. Komisi II DPRD Inhil melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak pertamina dan asosiasi transportasi perairan kabupaten Inhil terkait persediaan BBM di ruang rapat banggar DPRD Inhil Minggu (3/9/2023).


Rapat dengar Pendapat (RDP) dihadiri Ketua DPRD Inhil Ferryandi, Wakil Ketua maryanto, ketua Komisi II Junaedi, ketua Komisi III Edy Sindrang, perawakilan mahasiswa, asisten II Bidang perekonomian Pemerintahan Inhil Junaedi, asosiasi transportasi perairan Inhil, Kepala Dinas Perindustri, perdagangan kabupaten Inhil dan Dimas dari pertamina.



Dalam Rapat Dengar pendapat (RDP) ketua Komisi III DPRD Inhil Edy Sindrang meminta pihak pertamina jangan menimbulkan ketidak adilan bagi pelaku usaha penyalur Bahan bakar Minyak (BBM).


“Periksa semua SPBB yang ada di Inhil untuk menciptakan rasa keadilan, jangan hanya karena ada intervensi dari pusat, pertamina menegakkan regulasi yang ditetapkan”, ujar Edy Sindrang dengan tegas.


Edy Sindrang menilai pihak pertamina hanya duduk manis dibelakang meja tanpa melakukan pemeriksaan sampai ke konsumen, apakah penyaluran BBM bersubsidi itu sudah sesuai dengan harga HET yang ditetapkan pertamina sampai kepada masyarakat yang membutuhkannya.


Edy sindrang mengatakan, imformasi yang diterima harga BBM bersbsidi yang di beli pelaku transportasi perairan dikisaran Rp 7.500 sampai Rp 8000 per litarnya, apakah harga tersebut sudah sesuai dengan harga HET yang ditetapkan pertamina, ujarnya dengan bertanya kepada pihak pertamina.


Penutupan salah satu SPBB di Inhil kata Edy Sindrang diduga adanya persaingan bisnis dan juga karena adanya intervensi dari pusat.


“jangan hanya karena adanya intervensi dari pusat dan persaingan bisnis sehingga menyulitkan para pelaku transportasi perairan di kabupaten Inhil yang berdampak kepada susahnya mendapatkan BBM sebagai kebutuhan pokok transportasi perairan. Brantas mafia BBM dan periksa semua SPBB yang ada di Inhil, agar tidak menimbulkan rasa ketidak adilan”, ujar Edy Sindrang dengan tegas.


Menurut Edy Sindrang SPBB milik H Zainal adalah SPBB yang terbaik, konsumen mudah mendapatkan dan juga jarak lebih dekat. Masalah pelaku transportasi perairan membelinya dengan menggunakan jeringan, karena tidak memiliki tengki. Sehingga, mereka membelinya dengan menggunakan jeringen atau kaleng, ujarnya.


Ketua DPRD Ferryandi mengatakan, masalah penutupan salah satu SPBB di Inhil jika menyangkut hukum, pihaknya tidak mencampurinya. Sebab, ada kamar kamarnya. Namun, jika terkait dengan kesusahan atau kepentingan warga masyarakat, pihaknya akan mencampurinya. Seperti kesusahan yang dilamami para pelaku transportasi perairaan untuk mendapatkan bahan bakar minyak sebagai kebutuhan pokok dalam pengoperasian transportasi di perairan, ujarnya.


Ferryandi meminta kepada pertamina agar membangun penyalur BBM di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Inhil, sehingga warga masyarakat mendapat kemudahan untuk memperoleh BBM bersubsidi. Kebutuhan BBM di kabupaten Inhil sebagai daerah pesisir sangat besar, perairannya lebih luas dibandingkan dengan daratan, ujar Ferryandi menyarankan.


Juga kata Ferryandi pertamina harus dapat memperhatikan kenyamanan pelaku transportasi perairan. Aapakah ada standrat SPBB. Dan, hal ini perlu ditinjau ulang, ujar Ferryandi.


Sementara Ketua Komisi II Junaedi mempertanyakan standart SPBB, apakah SPBB yang ada di Kabupaten Inhil sudah memenuhi standart karena keluhan pelaku usaha speedbot lebih mudah mereka mendapat BBM dari SPBB yang ditutup pertamina dari pada SPB yang beroperasi saat ini,ujarnya.


Pada kesempatan itu Junaedi mempertanyakan kepada pertamina apakah SPBB yang di tutup bisa dibuka kembali untuk memudahkan para pelaku transportasi perairan mendapatkan BBM.


Rony dari Asosiasi speedbot mengatakan kesusahan mereka mendapatkan BBM bersubsidi karena beberapa faktor seperti jarak, arus air yang kuat, faktor kenyamana di SPBB, juga sandar ke SPBB speedbot berpotensi mengalami kerusakan dengan kondisi SPBB yang agak tinggi.


Perwakilan mahasiswa yang hadir dalam RDP menegaskan, agar DPRD membentuk Pansus untuk memberantas mafia migas di kabupaten Inhil.


“Diminta kepada DPRD Inhil agar membentuk pansus Migas”, ujarnya dengan tegas.


Dimas yang mewakili pertamina mengakui standrat SPBB di Kabupaten Inhil belum sesuai speknya dan sudah melakukan survei kebeberapa kecamatan di kabupaten Inhil. Dan, masalah stok BBM tidak menjadi permasalahan karena stoknya mencukupi dan tidak berpotensi terjadi kelangkaan BBM, ujar Dimas.


Namun, untuk membuka SPBB yang sudah ditutup kata Dimas, belum bisa di buka karena pihak pemilik SPBB telah melanggar kontrak kerja. Sebelum ada pembenahaan atau perbaikan sesuai dengan yang sudah disepakati dalam kontrak SPBB belum bisa di buka, ujarnya dengan tegas.


Menurut Dimas belum dibukannya SPPB yang ditutup karena sudah melanggar kontrak yang disepakati, juga tidak menggunakan nozzle atau mesin pompa digital (pencatatan elektronik) sehingga di duga tidak sesuai dengan takarannya, dan berpotensi merugikan konsumen, ujar Dimas.


Masalah harga Eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pertamina kata Dimas, untuk BBM solar Bersubsidi Rp 6800 dan pertalite Rp 10.000. jika ada penyalur menjual di atas harga HET yang ditetapkan pertamina silahkan lapaorkan, pertamina akan menindaknya, ujar Dimas.


Imformasi yang dirangkum investigasi dari beberapa pelaku transportasi perairan mengungkapkan, pihaknya membeli bahan bakar bersubsidi (BBM) solar bersubsidi dari agen agen penyalur BBM Bersubsidi seharga Rp 7500 sampai Rp 8000 per liter dan jika membelinya dari pengecer seharga Rp 10.000 per liter.


“kami pelaku transpotasi perairan membeli dari SPBB terdekat bahan bakar minyak (BBM) solar bersubsisi seharga Rp 7500 sampai Rp 8000 per liter, jika dari pengecer seharga Rp 10.000 per liter”, ujarnya tanpa menyebut nama atau nomor SPBB.


Lelaki yang mengaku memiliki dua orang putra satu orang putri itu mengatakan, sebenarnya berapa harga HET BBM bersubsidi yang ditetapkan pemerintah, karena kami sebagai masyarakat awam ini tidak mengetahui harga HET yang ditetapkan, sehingga harga yang disebut penyalur, segitulah yang kami bayar, ujarnya seraya mengisap rokok keretek yang dijepit jemarinya.


Seharusnya kata pria yang memiliki kulit agak hitam karena segatan terik matahari, pemerintah atau pertamina melakukan sosialisasi atau pemberitahuan kepada masyarakat khususnya kepada masyarakat yang ada di kecamatan atau didesa atau menempelkan harga HET yang ditetapkan pemerintah di tempat yang gampang dilihat masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, ujarnya (*Mhd/Red)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama